SISTEM PERTANIAN ORGANIK PADA TANAMAN SEGAR DAN PRODUK TANAMAN BERDASARKAN SNI 6729:2016
PENDAHULUAN
Semakin
tingginya kesadaran masyrakat mengenai produk makanan sehat menyebabkan
menjamurnya usaha penyediaan produk pangan organik. Sebagian besar produk pertanian
mengalir menuju konsumen melalui jalur perdagangan yang telah ada. Oleh
karena itu, untuk
meminimalkan praktek manipulasi di pasar, diperlukan tindakan khusus untuk
menjamin bahwa perusahaan perdagangan dan pengolahan dapat diaudit secara
efektif yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar
Nasional Indonesia (SNI)
sistem
pertanian organik disusun dengan maksud untuk menyediakan sebuah ketentuan
tentang persyaratan sistem pertanian organik dan pelabelan terhadap produk
pangan organik.
Tujuan SNI ini adalah :
1.
Melindungi
konsumen dari manipulasi dan penipuan yang terjadi di pasar serta klaim dari
produk yang tidak benar;
2.
Melindungi
produsen dan produk pangan organik dari penipuan produk pertanian lain yang
mengaku sebagai produk organik;
3.
Memberikan
jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan
dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar ini;
4.
Harmonisasi
dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi dan pelabelan
produk pertanian organik;
5.
Menyediakan
standar pertanian organik yang berlaku secara nasional dan juga diakui oleh
dunia internasional untuk tujuan ekspor dan impor;
6.
Mengembangkan
serta memelihara sistem pertanian organik di Indonesia sehingga dapat berperan
dalam pelestarian lingkungan baik lokal maupun global.
Standar ini menetapkan ketentuan tentang produksi, penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan dan pelabelan produk. Namun standar ini tidak berlaku untuk bahan dan/atau produk yang dihasilkan dari produk rekayasa genetika/organisme hasil rekayasa genetika/modifikasi genetika.
DEFINISI PENTING DALAM SNI 6729:2016
Memahami sistem
pertanian organik yang tercantum dalam SNI 6729:2016 perlu dipelajari beberapa
definisi penting antara lain:
1. Organik adalah istilah
pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan
standar sistem pertanian organik dan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi
Organik yang telah diakreditasi. Pertanian organik didasarkan pada penggunaan bahan
input eksternal secara minimal serta tidak menggunakan pupuk dan pestisida
sintetis. Praktek pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produk yang
dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena adanya polusi lingkungan secara
umum seperti cemaran udara, tanah dan air, namun beberapa cara dapat digunakan
untuk mengurangi polusi lingkungan. Untuk menjaga integritas produk pertanian
organik, operator, pengolah dan pedagang pengecer pangan organik harus mengacu
pada standar ini. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk
mengoptimalkan produktivitas komunitas organisme di tanah, tumbuhan, hewan dan
manusia yang saling tergantung satu sama lain.
2. Pertanian organik merupakan
salah satu dari sekian banyak cara yang dapat mendukung pelestarian lingkungan.
Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang
spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem yang optimal
dan lestari berkelanjutan baik secara sosial, ekologi maupun ekonomi dan etika.
Peristilahan seperti biologi dan ekologis juga digunakan untuk mendiskripsikan
sistem organik secara lebih jelas.
3. Pangan
organik merupakan pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang
menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara
ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan, dan melakukan
pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang
sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air,
pengolahan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati. Budidaya ternak
dipenuhi melalui kombinasi antara penyediaan pakan yang ditumbuhkan secara
organik yang berkualitas baik, pengaturan kepadatan populasi ternak, sistem
budidaya ternak yang sesuai dengan tuntutan kebiasaan hidupnya, serta cara
pengelolaan ternak yang baik yang dapat mengurangi stress dan berupaya
mendorong kesejahteraan serta kesehatan ternak, mencegah penyakit dan
menghindari penggunaan obat hewan kelompok sediaan farmasetika (termasuk
antibiotika).
SISTEM
PERTANIAN ORGANIK PADA TANAMAN SEGAR DAN PRODUK TANAMAN
Persyaratan untuk pangan yang
diproduksi secara organik berbeda dengan produk pertanian lain, di mana
prosedur produksinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari identifikasi
dan pelabelan, serta pengakuan dari produk organik tersebut. Sistem pertanian
organik dirancang untuk:
1) Mengembangkan
keanekaragaman hayati secara keseluruhan dalam sistem;
2) Meningkatkan
aktivitas biologi tanah;
3) Menjaga
kesuburan tanah dalam jangka panjang;
4) Mendaur-ulang
limbah asal tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi ke dalam tanah
sehingga meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui;
5) Mengandalkan
sumber daya yang dapat diperbaharui pada sistem pertanian yang dikelola secara
lokal;
6) Meningkatkan
penggunaan tanah, air dan udara secara baik, serta meminimalkan semua bentuk
polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian;
7) Menangani
produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang baik pada seluruh
tahapan untuk menjaga integritas organik dan mutu produk;
8) Bisa
diterapkan pada suatu lahan pertanian melalui suatu periode konversi, yang
lamanya ditentukan oleh faktor spesifik lokasi seperti sejarah penggunaan lahan
serta jenis tanaman dan hewan yang akan diproduksi.
Manajemen
produksi tanaman
Konversi
Prinsip
produksi pertanian organik harus telah diterapkan pada lahan yang sedang berada
dalam periode konversi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. 2
tahun sebelum tebar benih untuk tanaman semusim;
2. tahun
sebelum panen pertama untuk tanaman tahunan;
3. Tanpa
periode konversi (zero convertion) untuk lahan yang ditumbuhi tumbuhan liar
(tidak dibudidayakan) tanpa asupan bahan kimia sintetis
Masa konversi
dapat diperpendek berdasarkan pertimbangan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO)
namun tidak boleh kurang dari 12 bulan untuk tanaman semusim dan 18 bulan untuk
tanaman tahunan. Masa konversi dihitung sejak lahan mulai dikelola secara
organik dengan disertai bukti-bukti yang dapat diverifikasi (sejarah lahan,
catatan produksi, rekaman pengawasan internal, dan lain-lain) atau dimulai
sejak tanggal diterimanya aplikasi permohonan sertifikasi organik kepada LSO. Dalam
hal seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan lahan
organik dan non organik harus mengikuti persyaratan split production dan paralel
production.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam masa konversi antara lain:
1. Masa
konversi untuk tanaman semusim berdasarkan lahan, apabila masa konversi telah
terlampaui maka tanaman semusim yang ditanam pada lahan tersebut dapat
dinyatakan sebagai produk organik. Masa konversi tanaman tahunan berdasarkan
lahan dan tanaman. Apabila masa konversi telah terlewati maka tanaman tahunan tersebut
dapat dinyatakan sebagai produk organik. Namun apabila setelah masa konversi di
lahan tersebut ditanami pohon atau bibit hasil perbanyakan vegetatif yang non
organik maka masa konversi harus diulang, kembali kecuali dipastikan bahwa
pohon atau bibit yang ditanam sudah organik.
2. Operator
dapat mengajukan permohonan perpendekan masa konversi lahan saat permohonan
sertifikasi dengan disertai pernyataan tertulis dari operator yang disyahkan
oleh pihak ketiga yang kompeten dan independen (instansi pemerintah, atau LSM
bidang pertanian organik) tentang konfirmasi tidak menggunakan bahan kimia
sintetis dalam 3 tahun terakhir.
3. Masa
konversi dimaksudkan agar cemaran ataupun residu bahan yang dilarang berkurang
dalam tanah setelah masa konversi.
4. Masa
konversi juga dimaksudkan untuk merubah sikap petani/pelaku atau masa adaptasi
(penyesuaian) petani/pelaku dari kebiasan bertani konvensional ke bertani
organik
Pemeliharaan
manajemen organik
Areal pada masa konversi dan yang
telah dikonversi menjadi areal organik tidak boleh digunakan secara bergantian
antara metode produksi pertanian organik dan konvensional. Pelaku diperkenankan
merubah kembali lahan organik menjadi tidak organik dengan alasan yang kuat
diantaranya, apabila terjadi bencana alam (force majeur) seperti banjir,
kekeringan, angin topan, serangan hama dan penyakit yang ekstrim, dan lain
lain. Produk yang dihasilkan selama
periode bencana hingga masa konversi selesai, tidak dapat diklaim sebagai
produk organik. Untuk bencana yang penyelesaiannya menggunakan input yang tidak
diijinkan dalam pertanian organik maka masa konversi mengikuti ketentuan yang
berlaku. Untuk bencana yang penyelesaiannya tidak menggunakan input yang tidak
diijinkan dalam pertanian organik maka masa konversi mengikuti ketentuan yang
ditetapkan oleh LSO berdasarkan hasil penilaian resiko.
Produksi paralel dan produksi terpisah
Produk pararel (pararel
production) adalah pada suatu unit lahan ditanami oleh tanaman sejenis (misal
padi), namun belum semua blok yang ada di unit tersebut telah berstatus
organik. Sedangkan produksi terpisah (split production) adalah pada suatu unit
lahan ditanami oleh beberapa jenis tanaman (berbeda), namun belum semua jenis
tanaman tersebut berstatus organik. Produksi paralel dan produksi terpisah
harus memperhatikan pembatas, penanganan, pengemasan, penyimpanan yang jelas
sehingga tidak terjadi pencampuran antara produk organik dan non-organik.
Pencegahan kontaminasi
Pertanian
organik didasarkan pada penggunaan bahan input eksternal secara minimal, serta
tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis. Praktek pertanian organik tidak
dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena
adanya polusi lingkungan secara umum, seperti:
1) Jika
terdapat kontaminasi dari udara harus diminimalisir dengan salah satu cara
sebagai berikut : untuk tanaman semusim : menanam tanaman penyangga (buffer
zone) dengan lebar minimal 2 meter dan dikelolah secara organik. Tanaman
penyangga tidak dapat diklaim sebagai tanaman organik. Tanaman penyangga harus
terdiri dari varietas yang berbeda sehingga dapat dibedakan dengan tanaman yang
diajukan untuk sertifikasi. untuk tanaman tahunan : minimal 2 baris tanaman
(minimal 4 meter) yang dikelola secara organik dianggap sebagai buffer zone dan
tidak dapat diklaim sebagai organik. berbentuk zona penyangga (buffer zone)
seperti parit, jalan, dan sejenisnya selebar minimal 3 meter. membuat
barrier/penghalang berupa pagar hidup yang lebih tinggi dari tanaman yang
diajukan untuk sertifikasi
2) Jika
sumber kontaminasi dari sumber air, maka harus dibuat filterisasi dengan ukuran
0,1% dari total luas lahan untuk meminimalisir kontaminasi (contoh: kolam
penampungan digali sedalam minimal 50 cm dan ditanami tanaman yang dapat
menyerap kontaminan, misalnya menaman eceng gondok).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kegiatan dalam pertanian organik adalah:
1. Kegiatan
satu unit produksi organik berada dalam lahan, areal produksi, bangunan dan fasilitas
penyimpanan untuk produk tanaman dan ternak secara jelas terpisah dari unit non-organik, gudang tempat penyiapan atau
pengemasan bisa merupakan bagian dari unit
lain asalkan aktivitasnya hanya terbatas untuk pengemasan produk pertaniannya
sendiri.
2. Penggunaan
peralatan untuk kegiatan produksi organik harus didahulukan sebelum kegiatan
untuk produk non-organik dan harus dilakukan kegiatan sanitasi yang efektif,
operator disarankan membuat catatan terkait pembersihan dan penggunaan
peralatan.
3. Pengambilan
sampel tanah, air maupun tanaman dapat dilakukan untuk dianalisa di
laboratorium pengujian yang sudah diakreditasi oleh KAN apabila ditemukan
kecurigaan penggunaan bahan yang dilarang dalam sistem pertanian organik.
Pengelolaan lahan, kesuburan tanah dan air
Pengelolaan
lahan, kesuburan tanah dan air dalam pertanian organik perlu memperhatikan hal
sebagai berikut
a) Penyiapan
lahan dengan cara pembakaran dilarang.
b) Harus
dilakukan usaha pencegahan degradasi lahan (erosi, salinitasi, dan lainnya)
c) Kesuburan
dan aktivitas biologi tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara:
· Penanaman
kacang-kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam, melalui
program rotasi tahunan yang sesuai.
· Mencampur
bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun segar, dari unit
produksi yang sesuai dengan standar ini. Produk samping peternakan, seperti
kotoran hewan, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dilakukan
sesuai dengan persyaratan.
· Untuk
aktivasi kompos dapat menggunakan mikroorganisme atau bahan lain yang berbasis
tanaman yang sesuai.
· Bahan
biodinamik dari stone meal (debu atau bubuk karang tinggi mineral), kotoran
hewan atau tanaman boleh digunakan untuk tujuan penyuburan, pembenahan dan
aktivitas biologi tanah.
· Dalam
melakukan evaluasi terhadap bahan baru selain bahan yang diperbolehkan untuk digunakan
sebagai pupuk atau pembenah tanah, maka bahan tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
- Telah
terbukti mampu menyuburkan atau mempertahankan kesuburan tanah, menyediakan
hara tertentu;
- Berasal
dari tumbuhan, hewan, mikroba atau mineral yang diproses secara fisik (mekanis,
pemanasan, dan lain-lain), enzimatis atau mikrobiologi (kompos, fermentasi, dan
lain-lain). Proses kimiawi dibatasi hanya untuk proses ekstraksi atau sebagai
bahan pengikat;
- Penggunaannya
tidak merusak keseimbangan ekosistem tanah, sifat fisik tanah atau mutu air dan
udara; Penggunaannya dibatasi untuk kondisi, daerah atau komoditas tertentu.
· Apabila
menggunakan produk pupuk dan penyubur tanah komersil yang beredar di pasaran,
maka produk tersebut harus sudah disertifikasi organik sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
· Pupuk
organik yang proses pembuatannya dengan pemanasan buatan dan sulit terurai pada
aplikasinya (granul) tidak diijinkan digunakan di dalam sistem pertanian
organik
Pemilihan tanaman dan varietas
Benih harus berasal dari benih bersertifikat organik atau
dapat menggunakan
benih hasil budidaya tanaman organik atau bila tidak tersedia, dapat menggunakan benih
non-organik untuk tahap awal, selanjutnya harus menggunakan benih organik. Bila
semua tidak
tersedia, dapat menggunakan benih yang diperdagangkan, namun benih dimaksud selanjutnya harus
dilakukan pencucian untuk menghilangkan kontaminan pada benih. Sedangkan
untuk tanaman
semusim, dilarang memindahkan tanaman (transplanting) yang ditumbuhkan dari
lahan non organik atau ditumbuhkan secara non organik kedalam lahan organik.
Manajemen ekosistem dan keanekaragaman
dalam produksi tanaman pada sistem pertanian organik adalah:
a)
Tidak
memperbolehkan melakukan kegiatan apa pun yang menimbulkan dampak negatif pada
wilayah konservasi dan wilayah warisan budaya seperti hutan lindung dan
daerah aliran sungai.
b)
Mempertahankan
dan/atau meningkatkan keanekaragaman hayati pada luas lahan utama, tanaman dan
dapat diterapkan pada habitat non-tanaman.
c)
Produksi
tanaman organik termasuk penggunaan beragam penanaman sebagai bagian integral
dari sistem pertanian organik. Untuk tanaman tahunan, termasuk penggunaan
tanaman sela (inter cropping) dan tanaman penutup (cover crop). Untuk tanaman
semusim, termasuk penggunaan praktek rotasi tanaman, pengelolaan tanaman
terpadu, tumpangsari atau produksi beragam tanaman lain dengan hasil yang
sebanding.
d)
Produk
organik tanaman dihasilkan dari sistem pertanian organik yang menggunakan media
tanah (soil based systems).
e)
Mendukung
ekosistem yang beragam. Hal ini akan bervariasi antar daerah. Sebagai contoh, zona penyangga untuk
mengendalikan erosi, agroforestry, merotasikan tanaman dan sebagainya;
Tanaman yang ditumbuhkan pada
polybag dan sejenisnya, greenhouse diperbolehkan dalam pertanian organik. Pada
sistem budidaya tanaman di polybag, tidak ada masa konversi, tetapi hanya
dinyatakan organik atau tidak. Organik apabila media tumbuhnya (misal tanah)
telah terbukti berasal dari lahan organik atau yang tidak mendapat perlakuan
bahan yang dilarang selama minimal 3 tahun. Sedangkan tanaman yang dihasilkan dari
hydroponic, aquatic crops dan aeroponic tidak termasuk dalam standar ini.
Pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT)
Pengelolaan organisme penggangu tanaman
harus memperhitungkan dampak potensial
yang dapat mengganggu lingkungan biotik maupun abiotik dan kesehatan konsumen. Pengelolaan OPT harus
mengutamakan tindakan pencegahan (preventive) sebelum melaksanakan tindakan
pengendalian (curative).
Beberapa
tindakan pencegahan dalam pengelolaan OPT adalah sebagai berikut:
-
Pemilihan
varietas yang sesuai;
-
Program
rotasi/pergiliran tanaman yang sesuai;
-
Program
penanaman tumpang sari;
-
Pengolahan
tanah secara mekanik;
-
Penggunaan
tanaman perangkap;
-
Pengendalian
mekanis seperti penggunaan perangkap, penghalang, cahaya dan suara;
-
Pelestarian
dan pemanfaatan musuh alami (parasitoid, predator dan patogen serangga) melalui
pelepasan musuh alami dan penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup
dan tempat berlindung musuh alami, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi
asli untuk pengembangan populasi musuh alami penyangga ekologi;
Beberapa
tindakan pengendalian dalam pengelolaan OPT adalah sebagai berikut:
-
Jika
terdapat kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius terhadap tanaman dimana tindakan
pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat menggunakan bahan yang
dibolehkan pada sistem pertanian organik
-
Pengendalian
gulma dengan pemanasan (Flame weeding);
-
Apabila
menggunakan produk pestisida komersil yang beredar di pasaran, maka produk
tersebut harus sudah disertifikasi organik sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Sumber : SNI 6729:2016 tentang Sistem Pertanian Organik
Comments
Post a Comment