POLA TANAM GANDA JAGUNG – UBIKAYU UNTUK MENGANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

Sub sektor tanaman pangan seperti jagung dan ubikayu sangat rentan terhadap perubahan iklim, karena tanaman semusim yang berakar dangkal, sehingga sensitif terhadap berbagai cekaman air dan temperatur. Secara teknis kerentanan tersebut bergantung pada sistem pengelolaan lahan dan sifat tanam, pola tanam, dan varietas tanaman. Perubahan iklim telah tercatat mengakibatkan peningkatan curah hujan musiman pada bulan Desember, Januari, Pebruari, dan penurunan curah hujan musiman pada bulan Juni, Juli, Agustus.  Utuk mengantisipasi dampak kekeringan pada tanaman pangan khususnya jagung dan ubikayu perlu dilakukan pola tanam yang sesuai/cocok untuk kedua komoditas tersebut dengan teknik  tumpang sisip jagung dengan ubikayu. Tumpang sisip ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya dampak kekeringan khususnya tanaman ubikayu, sehingga dampaknya tehadap penunurun produktivitas bahkan gagal panen dapat diantisipasi dengan baik.  

Petani terbiasa melakukan pola tanam dalam setahun jagung-jagung-bera atau ubikayu monokultur. Pola tanam tersebut berisiko terhadap kekeringan dan fluktuasi harga. Pola tanam jagung-jagung akan berisiko terhadap kekeringan terutama pada musim tanam II (musim kemarau I). Biasanya penanaman jagung pada MT II (Maret-April) sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama curah hujan sudah mulai  berkurang dan tidak teratur, sehingga kebutuhan air tidak terjamin sampai panen, yang berakibat terhadap penurunan produktivitas. Apalagi harga yang berfluktuatif dapat berdampak terhadap pendapatan petani. Demikian juga jika petani hanya menanam ubikayu secara monokultur yang pada umumnya waktu tanamnya pada MT I (Oktober-November), biasanya produktivitas yang dihasilkan cukup tinggi yakni mencapai 30-40 ton/ha. Akan tetapi jika harga ubikayu jatuh yang pernah mencapai  Rp.500/kg (tahun 2016-2017), maka petani tidak memperoleh keuntungan.

Bagi petani yang mengutamakan hasil jagung atau ubi kayu, dan jika ingin mendapatkan tambahan penghasilan lebih banyak, maka dapat menggunakan teknik budidaya secara tupang sisip jagung dengan ubikayu tanpa mengurangi jumlah populasi kedua komoditas tersebut. Dengan   pengaturan waktu tanam yang tepat untuk menanam jagung dan ubikayu masing-masing satu kali dalam setahun, tidak akan mengurangi produktivitas yang dihasilkan. Melalui teknik ini, petani lebih cepat mendapat hasil tunai dari jagung sementara menunggu tanaman ubikayu dapat dipanen lebih cepat.

 

TEKNIK PENANAMAN

Pada prinsipnya  teknik tumpang sisip ini adalah menggabungkan dua cara budidaya, yaitu, (1)  budidaya monokultur tanaman jagung pada musim tanam I pada saat awal musim hujan, (2) tumpang-sisip dengan penanaman ubikayu yang ditanamn pada baris yang sama dengan  tanaman jagung sejak umur 70-80 hari.

 

Pengolahan Tanah

-      Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna yaitu bajak satu kali, garu/perataan kemudian dilarik degan jarak antar barisan 70 cm.

-      Pemberian pupuk kandang bisa menggunakan pupuk ayam potong atau petelur. Dosis pupuk kandang yang diperlukan, untuk pupuk ayam potong lebih kurang 150 karung/ha (4.000 – 5.000kg), sedangkan pupuk ayam petelur cukup 75-100 karung/ha (3.000-4.000kg). Cara pemberiannya diletak pada larikan/barisan secara merata.

 

Penanaman Jagung

  • Varietas jagung yang digunakan yang berproduksi tinggi antara lain; NK-22, Pioner-27, Bisi-18, Nasa-29
  • Penanaman jagung dilaksanakan pada awal musim hujan (Oktober-November), dengan cara ditugal, kemudian ditimbun.
  • Jagung ditanam dengan populasi 100% dengan jarak tanam 20 cm x 70 cm, 1 biji/lubang sebagaimana budidaya monokultur (populasi lebih kurang 70.000 tanaman/ha).

 

Penanaman Ubikayu

  •         Varietas ubikayu  yang ditanam diantaranya UJ-5/Cassesart (Kasesa), BW-1.
  •          Ubikayu ditanam pada saaat tanaman jagung berumur 70-80 hari.
  •          Ubi kayu ditanam pada baris yang sama dengan tanaman jagung, dengan jarak tanam (80 cm x 70 cm. Ubikayu ditanam pada barisan yang sama dengan jagung, hal ini bertujuan agar tidak terganggu pada saaat panen jagung.
  •          Dengan pola tersebut, populasi ubi kayu mancapai 100% sebagaimana bididaya monokultur (seperti dari cara tanam monokultur (populasi lebih kurang monokultur 17.800 tanaman/ha).

 

Pemupukan dan Pemeliharaan

  •          Pemupukan tanaman jagung dengan dosis 400 kg Urea + 150 kg SP-36 +100 Kg KCl/ha. Aplikasi pupuk I pada saat tanaman berumur sekitar 7 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 100 kg Urea + 150 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha. Aplikasi pupuk II pada saat tanaman berumur sekitar 30 HST dengan dosis 150 kg/ha. Aplikasi pupuk III saat tanaman berumur 45 – 50 HST dengan dosis 150 kg/ha.
  •          Pemeliharaan tanaman jagung, hanya sebatas pengendalian gulma, hama dan penyakit
  •      Selama masih ada pertanaman jagung, pemeliharaan ubi kayu tidak dilakukan, kecuali “wiwil” dengan cara pembatasan tunas sekitar 1-2 tunas/batang, yang dilakukan pada umur tanaman 1 – 2 bulan.
  •          Pemeliharaan dan pemupukan ubi kayu dilakukan setelah tanaman jagung dipanen.
  •          Pemeliharaan ubikayu hanya sebatas pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida

-      Dosis pemupukan ubikayu adalah 200 kg Urea +100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha, yang diberikan dalam dua tahap yaitu; aplikasi I saat tanaman berumur 7–10 hari dengan dosis 100 kg Urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl/ha. Aplikasi II saat tanaman berumur 2–3 bulan dengan dosis 100 kg Urea + 50 kg KCl/ha. Jika diperlukan, pada saat tanaman bermur 5 – 6 bulan bisa dipupuk Urea secukupnya. Pupuk diberikan dengan cara tugal, sekitar 15 cm dari tanaman.


Panen

  •       Panen jagung dilakukan pada saat masak fisiologis sekitar tanaman berumur sekitar 120 hari dengan ditandai kelobot mengering, biji mengkilat jika dipejet tidak membekas, pada ujung lembaga bewarna hitam. Pada saat panen jagung tersebut ubikayu sudah bermuru 40 – 50 hari dan cukup toleran terhadap kekeringan. Produktivitas yang dihasilkan mencapai 7 – 8 ton/ha pilpilan kering kadar air 20-25%.
  •          Panen ubikayu dilakukan pada saat tanaman berumur 8 – 10 bulan, produktivitas yang dihasilkan mencapai 27 – 35 ton/ha.

 

Penyusun: Fauziah Yulia Adriyani


Sumber: dari berbagai sumber

Comments

Popular posts from this blog

SUKARELAWAN, KELOMPOK DAN ORGANISASI SUKARELA

Perbedaan tiga teori belajar (Discovery Learning, Cognitive Learning, dan Experiential Learning

PERBEDAAN METODE BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN PENYULUH