PENGENDALIAN HAMA TIKUS TERPADU

Pendahuluan

Serangan hama pada budidaya padi sawah dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 70% bahkan kegagalan panen. Sebagai salah satu hama utama, serangan tikus sawah dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi rata-rata mencapai 20% per tahun. Serangan tikus sawah ini terjadi sejak persemaian hingga panen bahkan dalam tempat penyimpanan padi. Pengendalian ham aini relative lebih sulit daripada pengendalian hama utama lainnya karena sifat biologi dan ekologinya.

Keberadaan tikus sawah selalu menjadi masalah karena beberapa hal, yaitu:

  1. Penanganan terlambat. Umumnya pengendalian tikus sawah dilakukan setelah terjadi serangan.
  2. Monitoring lemah. Petani umumnya tidak melakukan monitoring populasi tikus sawah sehingga sering terjadi ledakan populasi yang menimbulkan kerugian besar.
  3. Tidak intensif. Pengendalian yang dilakukan petani umumnya menggunakan alat dan sarana yang terbatas, tidak dilakukan secara Bersama-sama dalam satu unit hamparan dan tidak berkelanjutan.
  4. Lebih percaya mitos. Petani umumnya tidak mengetahui dan belum memahami aspek dinamika populasi tikus.

Strategi Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT)

Terdapat beberapa strategi dalam pengendallian hama tikus terpadu (PHTT) yaitu:

  1. Kegiatan pengendalian diprioritaskan pada awal musim tanam, dilakukan petani secara Bersama-sama dan terkoordinir dalam skal hamparan, intensif, dan berkelanjutan dengan menerapkan kombinasi Teknik pengendalian yang sesuai.
  2. Pada pengendalian tikus lokal, pengendalian intensif dilakukan sebelum periode aktif perkembangbiakan tikus sawah yang bertepatan dengan stadia generative
  3. Pada pengendalian tikus migran yang berasal dari tempat lain, pengendalian intensif dilakukan sebelum tikus mencapai pertanaan di lokasi target pengendalian misalnya dengan pemasangan LTBS memotong arah migrasi atau fumigasi dan gropyok massal di lokasi asal tikus.

Tindakan pengendalian pada beberapa wilayah adalah sebagai berikut:

  1. Wilayah endemik yang selalu terjadi serangan setiap musim tanam: dilakukan pengendalian intensif berkelanjutan terutama 2 minggu sebelum dan sesuadh tanam.
  2. Wilayah sporadik yang kadang-kadang terjadi serangan: dilakukan monitoring intensif untuk memantau dan menekan populasi awal. Misalnya dengan penerapan TBS tanam awal di habitat tikus seperti tepi kampung, tanggul irigasi, pematang besar dan tanggul jalan.
  3. Wilayah aman serangan tikus: dilakukan monitoring dengan memperhatikan tanda-tanda keberadaan tikus seperti jejak kaki (footprint), lubang aktif dan gejala serangan/kerusakan tanaman.

Teknik Pengendalian

Beberapa teknik pengendalian yang dapat dilakukan pada Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT) sebagai berikut:

1. Tanam dan panen serempak

Selisish waktu tanam dalam satu hamparan usahakan tidak lebih dari 2 minggu, agar apak terbatas sehingga tikus tidak berkembang biak terus-menerus.

2. Sanitasi habitat

Pembersihan habitat tikus seperti tepi kampung, tanggul irigasi, tannggul jalan, pematang dan saluran irigasi, lebar dan tinggi pematang dibuat <30 cm agar tidak digunakan tikkus untuk membuat lubang sarangnya

3. Gropyok massal

Beragam cara tangkap tikus, penggalian dan penggenangan lubang aktif, perburuan dengan anjing, ngobor malam, penjeratan, pemukulan, penjaringan dan lain-lain dengan melibatkan seluruh petani dalam hamparan.



4. Fumigasi/pengemposan.

Fumigasi efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya dalam lubang sarang. Tutup lubang tikus dengan lumpur setelah difumigasi dan sarang tidak perlu dibongkar.

5. Pemasangan Linear Trap Barrier System (LTBS).

Linear Trap Barrier System (LTBS) berupa bentangan plastic/terpal setinggi 60-70 cm ditegakkan dengan ajir bambu setiap 1 m, dipasangi bubu/perangkap setiap 20 m berselang-seling arah corong masuknya. LTBS dipasang diantara habitat tikus dengan sawah atau memotong arah migrasi tikus.

6. Pemasangan Trap Barrier System (TBS).

Trap Barrier System (TBS) terdiri atas (i) tanaman perangkap untuk menarik kedatangan tikus yaitu petak tanaman padi seluas 25x25 m yang ditanam 3 minggu lebih awal, (ii) pagar plastic untuk mengarahkan tikkus agar masuk perangkap, berupa pastik/terpal setinggi 70-80 cm, ditegakkan denngan ajir bamboo setiap 1m dan ujung bawahnya terendam air, (iii) bubu perangkap untuk menangkap dan menampung tikkus yang berupa perangkap dari ram kawat 20x20x40 cm yang dipasang pada setiap sisi TBS.



7. Penggunaan musuh alami.

Pemanfaatan musuh alami sebagai pengendalian hama tikus di sawah tergolong lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan pengendalian hama dengan menggunakan bahan kimia. Salah satu musuh alami dari tikus sawah yang dikategorikan sebagai agen hayati adalah burung hantu. Burung hantu mampu memangsa 2 - 5 ekor tikus setiap harinya. Pemanfaatan burung hantu sebagai pengendalian hama tikus disawah memberikan benefit jika dilakukan dengan benar. Burung hantu memiliki kemampuan untuk mendengar suara tikus dalam radius 500 m. Burung hantu memiliki jangkauan terbang hingga 12 km.

8. Rodentisida.

Pengumpanan hanya dilakukan apabila populasi tikus terlalu tinggi. Penggunaan rodentisida harus sesuai dengan dosis anjuran. Umpan diletakkan di habitat utama tikus seperti tanggul irigasi, jalan sawah, pematang besar atau tepi perkampungan.


Rekomendasi Tindakan Pengendalian

Rekomendasi Tindakan pengendalian pada stadia padi atau kondisi lingkungan sawah sebagai berikut:

1. Bera pratanam

  • pengendalian yang perlu dilakukan: sanitasi habitat, gropyokan massal, fumigasi massal, musuh alami dan rodentisida
  • difokuskan pada pengendalian dengan LTBS

2. Olah tanah

  • pengendalian yang perlu dilakukan pemasangan LTBS, musuh alami
  • difokuskan pada pengendalian  dengan sanitasi lingkungan, gropyokan massal dan pemasangan TBS

3. Masa semai

  • pengendalian yang perlu dilakukan tanam serermpak, sanitasi habitat, gropyokan, musuh alami dan pemasangan TBS

4. Masa tanam

  • pengendalian yang perlu dilakukan tanam serempak dan musuh alami

5. Fase vegetative tanaman

  • pengendalian yang perlu dilakukan pemasangan LTBS dan musuh alami

6. Fase bunting

  • pengendalian yang perlu dilakukan sanitasi habitat dan musuh alami
  • difokuskan pada pengendalian dengan fumigasi massal dan pemasangan LTBS

7. Fase generative/pematangan

  • difokuskan pada fumigasi massal

8. Bera pasca panen

  • pengendalian yang perlu dilakukan gropyokan massal, musuh alami, pemasangan LTBS dan TBS
  • difokuskan pada penendalian dengan fumigasi massal

Penyusun: Fauziah Yulia Adriyani (Penyuluh BPTP Lampung)

Sumber bacaan: BB Padi

Sumber foto: dokumentasi pribadi dan BB Padi


Comments

Popular posts from this blog

SUKARELAWAN, KELOMPOK DAN ORGANISASI SUKARELA

Perbedaan tiga teori belajar (Discovery Learning, Cognitive Learning, dan Experiential Learning

PERBEDAAN METODE BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN PENYULUH