HUBUNGAN PERAN PENYULUH PERTANIAN DENGAN ADOPSI TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI DI LAMPUNG
Penyuluhan berkaitan
dengan usaha untuk merubah pengetahuan, keterampilan dan sikap sasaran.
Sehingga Keberhasilan penyuluhan dapat dilihat dari tingkat perubahan sasaran
baik dalam hal pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Perubahan pengetahuan
berhubungan dengan serapan informasi yang disampaikan, keterampilan lebih
berhubungan dengan penerapan informasi/teknologi yang disampaikan, sedangkan
sikap lebih berhubungan dengan keberlanjutan penerapan informasi/teknologi yang
disampaikan sebagai akibat perubahan perilaku petani.
Peranan
penyuluh dalam perubahan berencana (pelaksanaan program pembangunan) menurut
Lippitt et al. (1958) yaitu: (1) mengembangkan kebutuhan untuk melakukan perubahan
berencana melalui upaya bekerja sama dengan klien dalam mendiagnosis
permasalahan yang dihadapi oleh klien, mengetahui kesiapan klien untuk memulai
hubungan, memperhatikan motivasi dan kemampuan klien, menilai motivasi dan
sumberdaya penghantar pembaharuan, menyeleksi tujuan yang harus diraih,
bagaimana seharusnya menuju ke sana, dan apa yang harus dilakukan pertama kali
dan memilih tipe peran yang dipakai dalam proses perubahan; (2) menggerakkan
masyarakat untuk melakukan perubahan melalui tindakan membina dan mengembangkan
keakraban hubungan dengan sistem klien; (3) memantapkan hubungan dengan
masyarakat sasaran melalui upaya membina hubungan baik dan kerjasama secara
terus-menerus baik dengan masyarakat maupun tokoh masyarakat.
Kinerja pelaksanaan SL PTT salah satunya dapat dilihat dari
tingkat penerapan komponen teknologi dalam PTT. Semakin tinggi tingkat
penerapan komponen teknologi dalam PTT maka dapat dipastikan produksi yang
dicapai akan semakin tinggi. Berdasarkan tabel diketahui bahwa masih terdapat
selisih antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan komponen teknologi
terutama penggunaan BWD, penanaman bibit muda dan sistem
tanam jejer legowo dengan selisih
berturut-turut (26%, 28% dan 22%). Hal ini menunjukkan adanya keengganan petani untuk menerapkan
komponen teknologi tersebut. Penggunaan BWD terkendala oleh
ketersediaan BWD di tingkat petani, sedangkan penanaman bibit muda dan jejer
legowo terkendala dengan sulitnya tenaga tanam yang mau menggunakan bibit muda
dan jejer legowo. Tenaga tanam merasa kesulitan dalam menerapkan bibit muda
(bibit terlalu kecil) dan jejer legowo (cara tanam lebih sulit dan memakan
lebih banyak waktu). Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers (2003) yang
menyatakan bahwa suatu inovasi harus memiliki karakteristik yaitu keunggulan
relatif, keserasian atau kompatibilitas, kerumitan, diterapkan dan dapat
diamati.
Hubungan antara peran PPL dengan
penerapan komponen berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai korelasi
yang tidak nyata antara peran PPL dalam pengiriman saprodi dengan penerapan
komponen teknologi PTT Padi baik dalam penggunaan VUB, penggunaan bibit muda,
penggunaan BWD, penggunaan bahan organik, dan penerapan sistem tanam jejer
legowo. Korelasi nyata didapatkan dari hubungan antara peran PPL dalam
bimbingan lapang dengan adopsi/penerapan penggunaan bibit muda, pemberian pupuk
organik dan penerapan sistem tanam jejer legowo. Sedangkan peran penyuluh dalam
pelaksanaan demplot dan narasumber berkorelasi positif nyata hanya pada penerapan
penggunaan benih muda. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin sering
pendampingan PPL dalam bimbingan lapang pelaksanaan SL PTT maka semakin tinggi
tingkat penerapan teknologi PTT Padi terutama bibit muda, pupuk organik dan
sistem tanam jejer legowo. Ketiga komponen teknologi tersebut termasuk
teknologi yang membutuhkan bimbingan baik dalam hal teknik penerapan maupun
penjelasan kelemahan dan kelebihan teknologi tersebut sehingga petani
termotivasi untuk menerapkan teknologi tersebut
Berdasarkan hal tersebut, penting bagi
seorang penyuluh untuk dapat meningkatkan kemampuan dan perannya bimbingan
lapang, pelaksanaan demplot dan narasumber dalam pelaksanaan SL PTT.
Comments
Post a Comment