FAKTOR INTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA GABUNGAN KELOMPOK TANI (Kasus di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung)


Pemanfaatan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) pada dasarnya adalah untuk meningkatkan aksesibilitas petani terhadap pasar input, pasar output, permodalan dan teknologi unggul. Gapoktan yang sudah terbentuk lebih dari 10.000, hanya sebagian kecil yang berhasil melaksanakan fungsinya dan dapat berjalan cukup baik. Sebagian besar Gapoktan justru menimbulkan konflik antar anggotanya sehingga menyebabkan permasalahan baru dalam kehidupan sosial anggotanya yang pada akhirnya berhubungan pada kinerja Gapoktan. Berdasarkan hal tersebut, penting bagi pembina/penyuluh untuk memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Gapoktan dalam melaksanakan program pembangunan sehingga dapat menentukan pola pembinaan yang tepat.
Terdapat beberapa faktor internal yang berhubungan nyata secara statistik dengan kinerja Gapoktan, yaitu kegiatan Poktan, kekompakan Poktan, interaksi antar Poktan, struktur organisasi Gapoktan menunjukkan terdapat hubungan yang nyata dan sangat nyata dengan kinerja Gapoktan. Kepemimpinan pengurus menunjukkan hubungan sangat nyata dengan kinerja Gapoktan pada pencapaian tujuan dan perkembangan usaha tetapi tidak berhubungan nyata pada perkembangan modal.
Poktan dengan aktivitas tinggi menunjukkan bahwa Poktan tersebut berjalan dengan baik sehingga apabila Poktan tersebut bergabung dalam Gapoktan maka budaya kerja dalam Poktan tersebut dapat diterapkan juga dalam Gapoktan. Poktan yang terbiasa memiliki kegiatan Poktan yang banyak terbiasa untuk melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan selain itu, Poktan tersebut memiliki dana/kas Poktan yang dapat digunakan untuk memupuk modal di Gapoktan. Poktan dengan kegiatan yang tinggi walaupun biasa melakukan kegiatan demi pencapaian tujuan dan memupuk modal dalam Gapoktan, tetapi cenderung kesulitan dalam mengembangkan usaha Gapoktan karena overlap dengan kegiatan Poktan.
Kekompakan Poktan pembentuk Gapoktan berhubungan positif sangat nyata dengan kinerja Gapoktan Poktan yang kompak menunjukkan bahwa anggota Poktan tersebut memiliki rasa kebersamaan (sense of belonging) dengan anggota lain yang tinggi. Menurut Slamet dan Sumardjo (Setiawan 2003), kekompakan kelompok adalah kesatuan dan persatuan kelompok yang membentuk suatu kekuatan. Poktan yang memiliki kekompakan tinggi antar anggotanya cenderung melakukan hal yang sama pada saat digabungkan dengan Poktan lain dalam Gapoktan.
Pemanfaatan Gapoktan dalam pelaksanaan program pembangunan pertanian memiliki konsekuensi perlunya sosialisasi mengingat Gapoktan merupakan hal baru di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Menurut Rogers dan Shoemaker (1995) proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap berurutan: 1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, 2) difusi, ialah proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial, dan 3) konsekuensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat atau pengadopsian atau penolakan inovasi. Hubungan antara partisipasi anggota Gapoktan yang tidak nyata disebabkan ketidakjelasan siapa anggota Gapoktan, apakah hanya pengurus Poktan ataukah seluruh anggota Poktan. Sosialisasi perlu dilakukan untuk memberikan pengertian kepada seluruh anggota Poktan bahwa tanpa adanya partisipasi dari seluruh anggota Poktan di setiap kegiatan yang dilakukan maka Gapoktan tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Popenoe (1989) menyatakan bahwa melalui sosialisasi, anggota mengenal organisasi, nilai dan norma organisasi dan belajar bagaimana mengerjakan tugasnya.
Interaksi antar Poktan berhubungan positif sangat nyata dengan kinerja Gapoktan. Sanders (1958) menyatakan bahwa masing–masing kelompok cocok atau sesuai dalam berproses dalam masyarakat dan jika mereka telah berhasil berjalan selaras dengan kelompok lain (kelompok lain yang memiliki karakteristik yang sama dijadikan referensi dalam berproses). Seperti halnya kelompok dalam masyarakat, Poktan yang tergabung dalam Gapoktan harus berjalan selaras dengan Poktan lainnya. Gapoktan merupakan salah satu contoh organisasi dimana setiap anggotanya harus bekerjasama dan berkoordinasi dengan anggota-anggota lainnya agar dapat mencapai tujuan bersama. Tanpa adanya kerjasama dan koordinasi dalam melakukan kegiatan, maka Gapoktan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dengan kata lain kinerja Gapoktan dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi pada anggotanya, semakin baik interaksi yang terjadi maka kinerja Gapoktan menjadi semakin baik.
Struktur organisasi Gapoktan berhubungan positif sangat nyata dengan kinerja Gapoktan yaitu pencapaian tujuan dan perkembangan usaha serta berhubungan positif nyata dengan perkembangan modal Gapoktan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Wahyuni (2003) yang menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja kelompok antara lain adalah struktur kelompok.
Stuktur Gapoktan pada dasarnya menggambarkan peran dan hubungan antar anggota. Menurut Popenoe (1989) peran merupakan perilaku yang diharapkan dari seseorang dengan memberikan status dalam kelompok atau masyarakat. Ketidakjelasan dan ketidaktahuan anggota Gapoktan terhadap struktur Gapoktan menyebabkan anggota tidak mampu menjalankan perannya dalam Gapoktan.
Gapoktan yang memiliki kinerja kurang baik memiliki struktur Gapoktan yang tidak diketahui secara jelas oleh anggotanya, ketidakjelasan struktur berpengaruh terhadap ketidakjelasan kedudukan, peran, hak dan kewajiban, serta kekuasaan anggotanya, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak mungkin dapat berlangsung secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan Gapoktan dan perkembangan usaha. Kenyataan sebagian besar Gapoktan memiliki struktur organisasi seragam yang dibuat berdasarkan pedoman umum dari kementrian pertanian tanpa disesuaikan dengan kebutuhan dan sumberdaya alam dan manusia yang dimiliki oleh Gapoktan.
Kepemimpinan pengurus Gapoktan berhubungan positif sangat nyata dengan kinerja Gapoktan pada pencapaian tujuan dan perkembangan usaha. Popenoe (1989) menyatakan bahwa kepemimpinan berada pada semua level organisasi dan tidak ada organisasi yang bisa berfungsi efektif tanpa adanya kepemimpinan. Tiga dimensi kepemimpinan diidentifikasikan sebagai berikut: (1) pembuat keputusan; (2) administrasi, memastikan kebijakan berjalan dan kegiatan Poktan terkoordinasi dengan baik; dan (3) monitoring, menilai kinerja secara terus menerus untuk menentukan apakah perubahan diperlukan. Terkadang penampilan dan kepribadian pemimpin mempengaruhi aktivitas dan loyalitas anggota organisasi.
Pengurus Gapoktan dalam menerapkan kepemimpinannya harus memperhatikan kondisi anggotanya. Pada kondisi hubungan antar anggota yang baik, pengurus lebih baik memilih gaya kepemimpinan demokratik dimana pengurus selalu memperhatikan hubungan dengan anggotanya yang dilakukan dengan menjaring pendapat dari anggotanya tentang semua tugas yang seharusnya dilakukan dan bagaimana tugas tersebut dilaksanakan sehingga anggota dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kondisi yang berbeda antar Gapoktan menyebabkan pengurus harus memiliki kemampuan untuk memimpin sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Ketidakmampuan pengurus untuk memimpin menyebabkan tidak tercapainya tujuan Gapoktan yang telah ditetapkan.

Comments

Popular posts from this blog

SUKARELAWAN, KELOMPOK DAN ORGANISASI SUKARELA

Perbedaan tiga teori belajar (Discovery Learning, Cognitive Learning, dan Experiential Learning

PERBEDAAN METODE BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN PENYULUH