Gaya Kepemimpinan Situasional

Fidler memusatkan perhatiannya pada gaya kepemimpinan situasional. menyimpulkan adanya 3 faktor utama yang harus diperhatikan di dalam menentukan gaya kepemimpinan. Tiga faktor utama tersebut akan dijelaskan berikut ini.

1. Kekuatan kedudukan pemimpin (Position Power)
Di dalam status, melekat adanya power. Hanya saja kekuasaannya bisa besar, bisa kecil, sangat bervariasi. Ini perlu diperhatikan apakah kekuasaan pemimpin itu besar atau kecil. Pemimpin harus bisa mengukur kekuasaaan yang melekat pada jabatannya besar atau kecil. Contoh: komandan batalyon punya kekuasaan besar sekali. Ini diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya. Selain itu juga ia berwenang memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi.
Kekuatan kedudukan adalah derajat dari suatu kedudukan yang memungkinkan pemimpin mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok serta mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya.

2. Struktur Tugas (Task Structure)
Sifat-sifat dari tugas kelompok mencakup beberapa hal seperti:
a. Ketetapan/kontrol keputusan (dicision variability).
Contoh: Tugas memasak, itu relatif tetap. Nasi ya nasi. Tugasnya menyediakan barang yang disebut nasi. Tetapi kalau bertugas menyediakan lauk, itu variasinya macam-macam berati struktur tugasnya tidak pasti.
Jadi dilihat dari tugasnya, jelas atau tidak? Pasti atau tidak?
Contoh tugas pasti adalah memindahkan lemari dari pojok kamar kanan ke pojok kamar kiri. Contoh tugas tidak pasti adalah mengatur ruangan agar rapi. Semua ini mempengaruhi gaya kepemimpinan.
b. Kejelasan tujuan
c. Cara pencapaian tujuan tunggal ataukah jamak.
Contoh: tugas belajar, cara pencapaiannya bisa jamak. Ada yang ke perpustakaan, ada sambil tiduran, ada berdiskusi. Itu perlu diperhatikan untuk memilih gaya kepemimpinannya.
d. Kespesifikan solusi

3. Hubungan anggota dengan pemimpin (member leader relationship)
Derajat kualitas emosi hubungan anggota dengan pemimpin diantaranya:
a. akrab vs jauh
b. sayang vs benci
c. hormat vs tidak hormat
d. percaya vs curiga

Catatan:

1. Kelompok yang bersifat bermusuhan dan tidak bermotivasi memerlukan kepemimpinan yang kuat.
2. Ukuran kelompok sangat penting.
a. kelompok besar (contoh: tempat kerja) lebih berorientasi pada tugas.
b. kelompok kecil (contoh: keluarga) lebih berorientasi pada hubungan
3. Fungsi kepemimpinan yang demokratik
a. membantu adanya interaksi dalam kelompok
b. membantu kelompok dalam membuat keputusan
c. Membantu kelompok mencapai tujuan-tujuannya.

Keputusan harus dibuat oleh banyak orang, maka pemimpin memilih gaya demokratis. Orang yang biasa mengerjakan harus diberi kesempatan memutuskan cara yang terbaik. Namanya juga konflik, jelas menimbulkan masalah.
Pemimpin dikatakan seni itu benar, karena kemampuan untuk menentukan gaya adalah seni. Memilih gaya tersebut rasanya tidak ada yang tepat, tetapi ada pada nilai rasa pemimpin. Namun dapat dipelajari dari pengalaman. Rambu-rambunya ada, sejauhmana mempraktekkannya. Menghafalnya mudah.
Mengobati orang sakitpun juga termasuk seni. Contoh dokter jaman dulu disebut art. Dokter yang baik adalah dokter yang mempunyai seni mengobati pasien, selain seni juga sebagai pemimpin.
Ada kala kepemimpinan tidak efektif, maka tidak mesti lewat jalur formal tetapi melalui jalur informal juga. Gaya dipilih berdasarkan pengetahuan, walaupun sifatnya otokratis, sebagai pemimpin yang baik maka dia harus dapat mengendalikan dirinya.
Gaya kepemimpinan demokratik dan otoriter harus dilihat dari dua sisi. Siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin. Jadi tidak hanya pemimpin yang harus dewasa, tetapi yang dipimpin juga harus dewasa.

Beberapa model kepemimpinan situasional (Contigency Model by Fiedler)

Model Kepemimpinan Oktan I
Pada model kepemimpinan oktan I dimana pemimpin memiliki kedudukan yang kuat, struktur tugas yang jelas dan hubungan anggota dengan pemimpin yang baik, gaya kepemimpinan yang seharusnya dipilih adalah otoriter (orientasi pada tugas/OT). Kekuatan kedudukan adalah derajat dari suatu kedudukan yang memungkinkan pemimpin mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok serta mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya. kedudukan yang kuat diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya. Selain itu juga ia berwenang memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi. Dengan struktur tugas yang jelas, anggota mampu melaksanakan/mematuhi perintah pemimpinnya dengan baik.
pada oktan I hubungan anggota-pimpinan yang baik menunjukkan keakraban, rasa sayang, hormat dan kepercayaan anggota ke pemimpin dan sebaliknya, sehingga anggota melaksanakan setiap tugas yang dibebankan padanya dengan senang hati.
Pada kondisi (situasi) seperti ini, gaya kepemimpinan yang dipilih adalah otoriter (orientasi pada tugas/OT). Pemimpin dengan kedudukan yang kuat dengan rasa kepercayaan memberikan tugas yang dapat dimengerti anggotanya dengan jelas, dan dengan rasa hormat, percaya pada pimpinanannya, anggota melaksanakan tugasnya dengan senang.

Model Kepemimpinan Oktan II
Pada model kepemimpinan oktan II dimana pemimpin memiliki kedudukan yang kuat, struktur tugas yang jelas, gaya kepemimpinan yang seharusnya dipilih adalah otoriter (orientasi pada tugas/OT) walaupun hubungan anggota dengan pemimpin yang jelek. Pada oktan II pemimpin mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok serta mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi. Dengan struktur tugas yang jelas, anggota mampu melaksanakan/mematuhi perintah pemimpinnya dengan baik. Pemimpin tidak terlalu memikirkan apakah anggotanya merasa senang atau tidak karena yang terpenting adalah pemimpin dapat mengatur anggotanya dengan kekuatan yang dimilikinya. Rasa takut akan memperoleh sangsi dan keinginan untuk memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapai menyebabkan anggota mau melaksanakan tugasnya sedangkan kejelasan struktur menyebabkan anggota mampu melaksanakan tugas yang diberikan.

Model Kepemimpinan Oktan III
Pada model kepemimpinan oktan III dimana pemimpin memiliki kedudukan yang kuat, hubungan anggota dengan pemimpin yang baik, tetapi struktur tugas yang tidak jelas sehingga gaya kepemimpinan yang seharusnya dipilih adalah Otoriter (orientasi pada tugas/OT). Pada oktan III pemimpin mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok serta mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi. Dengan hubungan anggota-pemimpin yang baik, yang ditunjukkan anggota mau melaksanakan/mematuhi perintah pemimpinnya dengan senang hati walaupun struktur tugas yang tidak jelas, sehingga sulit bagi anggota untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan. Pemimpin dapat mendelegasikan langsung tugas kepada anggotanya, sehingga ketidakmampuan anggota dalam melaksanakan tugas akibat struktur yang tidak jelas dapat di atasi.

Model Kepemimpinan Oktan IV
Pada model kepemimpinan oktan IV dimana pemimpin hanya memiliki kedudukan yang kuat, sedangkan struktur tugas yang tidak jelas dan hubungan anggota dengan pemimpin jelek sehingga gaya kepemimpinan yang seharusnya dipilih adalah demokratik (orientasi pada hubungan/OH) tetapi harus terkendali. Pada oktan IV hubungan anggota-pemimpin yang jelek hal ini menyebabkan dalam melaksanakan/ mematuhi perintah pemimpinnya, anggota tidak senang hati dan struktur tugas yang tidak jelas menyulitkan anggota untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan. Tetapi pemimpin masih mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok serta mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi. Walaupun kelemahan dalam hubungan dan struktur tugas menyebabkan pemimpin memilih gaya kepemimpinan demokratik, sehingga kemauan dan ketidakmampuan anggota dalam melaksanakan tugas akibat struktur yang tidak jelas dapat di atasi. Tetapi dalam melakukan kepemimpinan demokratik, pemimpin harus dapat mengendalikan (demokratik terkendali) karena pada saat pemimpin hanya memikirkan hubungan (perasaan anggota) akan menyebabkan kekuatan kedudukannya menjadi lemah dan tidak dianggap oleh anggotanya.

Model Kepemimpinan Oktan V
Pada model kepemimpinan oktan V dimana pemimpin memiliki kedudukan yang lemah, sedangkan struktur tugas jelas dan hubungan anggota dengan pemimpin baik sehingga gaya kepemimpinan yang seharusnya dipilih adalah demokratik (orientasi pada hubungan/OH). Pada oktan V struktur tugas yang jelas memudahkan anggota untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan dan hubungan anggota-pemimpin yang baik menyebabkan anggota melaksanakan/mematuhi perintah pemimpinnya dengan senang hati. Tetapi pemimpin belum mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok serta ketidakmampuan pemimpin untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi. Sehingga, pemimpin pada situasi seperti ini harus memiliki gaya kepepimpinan demokratik. Dengan menerapkan gaya kepemimpinan ini, pemimpin dapat menjaga hubungan dengan anggotanya dan secara perlahan dapat meningkatkan kekuatan dan kedudukannya dengan meningkatnya dukungan anggota.

Model Kepemimpinan Oktan VI
Pada model kepemimpinan oktan VI dimana pemimpin memiliki kedudukan yang lemah dan hubungan anggota dengan pemimpin jelek tetapi struktur tugas jelas sehingga gaya kepemimpinan yang dipilih adalah kadang-kadang demokratik dan kadang kadang otariter tergantung pada kegiatan yang akan dilakukan. Pada kondisi ini, pemimpin tidak/kurang mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok untuk mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi tetapi dengan struktur tugas yang jelas sehingga pada kegiatan yang lebih membutuhkan kejelasan struktur tugas, pemimpin dapat memilih gaya kepemimpinan otoriter karena dengan struktur tugas yang jelas anggota masih mampu melaksanakan kegiatan tersebut walaupun anggota tidak mengakui kedudukan pemimpin dan menyenangi pemimpinnya. Sedangkan pada kegiatan yang lebih membutuhkan hubungan yang baik (kerjasama), dengan gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin dapat lebih membina hubungan dengan anggotanya terlebih dahulu sehingga anggota merasa senang untuk melaksanakan tugasnya.

Model Kepemimpinan Oktan VII
Pada model kepemimpinan oktan VII dimana pemimpin memiliki kedudukan yang lemah dan struktur tugas tidak jelas tetapi hubungan anggota dengan pemimpin baik sehingga gaya kepemimpinan yang dipilih adalah demokratik. Pada kondisi ini, pemimpin tidak/kurang mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok untuk mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi selain itu struktur tugas yang tidak jelas menyebabkan anggota kebingungan tentang apa yang harus dikerjakan yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan pelaksanaan tugas. Tetapi hubungan antara anggota-pemimpin baik, yang ditunjukkan keakraban, rasa sayang, hormat dan kepercayaan anggota ke pemimpin dan sebaliknya, sehingga anggota melaksanakan setiap tugas yang dibebankan padanya dengan senang hati. Pada kondisi ini, pemimpin lebih baik memilih gaya kepemimpinan demokratik dimana pemimpin selalu memperhatikan hubungan dengan anggotanya yang dilakukan dengan menjaring pendapat dari anggotanya tentang semua tugas yang seharusnya dilakukan dan bagaimana tugas tersebut dilaksanakan sehingga anggota dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Model Kepemimpinan Oktan VIII
Pada model kepemimpinan oktan VIII dimana pemimpin memiliki kedudukan yang lemah dan struktur tugas tidak jelas serta hubungan anggota dengan pemimpin yang jelek sehingga gaya kepemimpinan yang dipilih adalah demokratik. Pada kondisi ini, pemimpin tidak/kurang mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok untuk mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi selain itu struktur tugas yang tidak jelas menyebabkan anggota kebingungan tentang apa yang harus dikerjakan yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan pelaksanaan tugas. Dan diperparah dengan hubungan antara anggota-pemimpin jelek, yang ditunjukkan tidak adanya keakraban, rasa sayang, hormat dan kepercayaan anggota ke pemimpin dan sebaliknya, sehingga suasana kelompok tidak kondusif atau menimbulkan ketidaknyamanan yang pada akhirnya menimbulkan keengganan dan ketidakmampuan anggota dalam melaksanakan setiap tugasnya. Pada kondisi ini, pemimpin lebih baik memilih gaya kepemimpinan demokratik (orientasi pada hubungan/OH) dimana pemimpin terlebih dahulu memperhatikan hubungan dengan anggotanya yang dilakukan dengan menghargai setiap kegiatan yang dilakukan anggotanya, menimbulkan kepercayaan anggota terhadap kekuatan yang dimiliki pimpinan, memperhatikan pendapat dari anggotanya tentang semua tugas yang seharusnya dilakukan dan bagaimana tugas tersebut dilaksanakan sehingga anggota dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Model Kepemimpinan Oktan VIII A
Pada model kepemimpinan oktan VIII A dimana pemimpin memiliki kedudukan yang lemah dan hubungan anggota dengan pemimpin sangat jelek tetapi struktur tugas jelas sehingga gaya kepemimpinan yang dipilih adalah demokratik. Pada kondisi ini, pemimpin tidak/kurang mendapatkan pengakuan dari anggota-anggota kelompok untuk mau menerima dan mematuhi perintah pemimpinnya, yang diwujudkan pada hak untuk menghukum anggotanya atau memberikan penghargaan pada bawahannya yang berprestasi. Selain itu, hubungan antara anggota-pemimpin sangat jelek, yang ditunjukkan tidak adanya keakraban, rasa sayang, hormat dan kepercayaan anggota ke pemimpin dan sebaliknya, sehingga suasana kelompok tidak kondusif atau menimbulkan ketidaknyamanan yang pada akhirnya menimbulkan keengganan anggota dalam melaksanakan setiap tugasnya. Walaupun struktur tugas jelas dimana anggota mengerti tentang apa yang harus dikerjakan tetapi pada kondisi hubungan yang sangat jelek, lebih baik pemimpin memilih gaya kepemimpinan demokratik (orientasi pada hubungan/OH). Pemimpin terlebih dahulu memperhatikan hubungan dengan anggotanya yang dilakukan dengan menghargai setiap kegiatan yang dilakukan anggotanya sehingga secara bertahap anggota dapat pula menghargai pemimpinnya pada akhirnya menimbulkan keakraban antara anggota dan pimpinannya serta dengan menimbulkan kepercayaan anggota terhadap kekuatan yang dimiliki pimpinan. Kenyamanan membina hubungan dengan anggotanya membuat anggota merasa senang untuk melaksanakan tugasnya.

Comments

  1. mbak situ sudah bisa posting di blogku langsung.
    username n pasword pake punya sampeyan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SUKARELAWAN, KELOMPOK DAN ORGANISASI SUKARELA

Perbedaan tiga teori belajar (Discovery Learning, Cognitive Learning, dan Experiential Learning

PERBEDAAN METODE BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN PENYULUH