ANALISIS DAYA PADA ARTIKEL “KARANTONG BAIN: PROFIL SEGMEN KERJA TERPAKSA”

Artikel Karantong Bain yang ditulis oleh Prof. Djoko Susanto, menggambarkan bagaimana anak-anak dibawah umur yang (tidak sepantasnya) bekerja mencari uang dengan alasan membantu ekonomi keluarga ataupun untuk memenuhi kebutuhan pergaulan mereka. Dalam tulisan ini, kita dapat melihat 2 (dua) permasalahan penting dari sudut pandang pemberdayaan:
1. Apakah anak-anak yang (mampu) mencari rezeki tersebut merupakan individu yang memiliki daya fisiologis, psikologis dan sosiologis yang kuat?
2. Apakah anak-anak yang (terpaksa) mencari rezeki tersebut merupakan individu yang tidak berdaya karena tidak memiliki “barganing position” yang tinggi?
Dalam menilai hal tersebut ada baiknya, kita menelaah kembali pengertian daya itu sendiri. Menurut Susanto (2009), suku kata daya, kekuatan atau kemampuan menggambarkan adanya berbagai kemampuan yang dimiliki individu sejak lahir sampai saat akan meninggal. Berdasarkan hal tersebut, daya yang dimiliki oleh setiap manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu daya fisiologikal (terkait dengan fungsi organ jasmaniah); daya psikologikal (terkait dengan kondisi emosi, mental dan kejiwaan) dan daya sosiologikal (terkait dengan cara individu berinteraksi).
Setelah membaca dan menganalisa artikel tersebut yang dikaitkan dengan daya/kemampuan yang dimiliki manusia, anak-anak yang (terpaksa) mencari rezeki sebagai karantong bain maupun pengojek payung pada kenyataannya memiliki daya yang tinggi sekaligus memiliki kelemahan.
Kekuatan yang dimiliki oleh para karantong bain antara lain:
1. Daya Fisiologikal, terutama dalam hal daya tahan tubuh/stamina, daya kerja dan daya ingat. Anak-anak “pekerja terpaksa”, saya lihat cukup memiliki daya tahan tubuh yang tinggi karena menjalankan 2 (dua) peran sekaligus yaitu sebagai pelajar dan pekerja serta. Selain itu, mereka memiliki semangat untuk bekerja (atau terpaksa bekerja) untuk membantu kehidupan keluarga. Dalam melakukan pekerjaannya, mereka memiliki daya ingat yang tinggi tentang pada siapa mereka menerima upah.
2. Daya psikologikal, daya psikologikal yang tinggi terutama dalam hal daya juang, daya ketabahan dan daya kesabaran. Pendapatan yang mereka terima bukanlah sesuatu yang rutin mereka dapatkan (gaji), tetapi lebih pada kemauan orang lain untuk menggunakan jasa mereka. Oleh karena itu, mereka harus memiliki kesabaran dan ketabahan dalam mencari pengguna jasa mereka.
3. Daya sosiologikal, terutama dalam hal berkomunikasi. Mereka memiliki kemampuan berkomunikasi dalam menawarkan jasa mereka.
Kelemahan
1. Daya fisiologikal, terutama dalam hal daya nalar dan daya pikir. Anak-anak “pekerja terpaksa”, saya nilai lemah dalam menilai mana yang baik dan lebih baik untuk dilakukan atau tidak. Sebagai contoh, para pengojek payung yang tidak memikirkan resiko yang didapat bila berhujan-hujanan. Resiko yang diperoleh (sakit) tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh.
2. Daya psikologikal, terutama dalam hal daya prospektif. Anak-anak tersebut, hanya memikirkan hari ini tidak terlalu memikirkan masa depan. Tidak terlihat mereka mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang mereka miliki.
3. Daya sosiologikal, terutama dalam hal kepedulian terhadap orang lain. Saya menilai anak-anak “karantong bain” tidak memiliki keperdulian terhadap pengguna jasa mereka yang dikecewakan oleh anak-anak karantong bain yang dengan sengaja membawa pergi barang belanjaan yang dibawa. Padahal hal tersebut berpengaruh pada persepsi pengguna jasa terhadap perilaku anak-anak karantong bain (ketidakpercayaan) dan pada akhirnya berpengaruh pada pendapatan mereka.
Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan daya yang dimiliki oleh anak-anak tersebut, maka kita dapat mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Pada dasarnya anak-anak tersebut memiliki daya juang, ketabahan, kesabaran dan ketahanan tubuh yang sangat berguna bagi mereka di masa yang akan datang (dewasa). Menurut saya, sangat tidak baik mematahkan semangat mereka. Tetapi yang diperlukan adalah menyadarkan anak-anak tersebut dan orang tua mereka bahwa belajar/menempuh pendidikan formal merupakan hal yang paling penting dan bukanlah mencari uang untuk membantu perekonomian keluarga. Berdasarkan hal tersebut, langkah yang dapat diambil apabila anak-anak tersebut “terpaksa” bekerja antara lain:
1. Memberikan keterampilan yang disesuaikan dengan daya/kemampuan yang dimiliki sehingga mereka lebih mampu berusaha yang disesuaikan dengan kemampuan mereka tanpa mereka harus kehilangan kesempatan untuk belajar. Seperti membuat kerajinan tangan, membawa barang dagangan ke sekolah dll.
2. Anak-anak “karantong bain” sebaiknya dibentuk kelompok sehingga rasa kepedulian terhadap sesama lebih meningkat. Dengan berkelompok, maka anak-anak karantong bain yang suka membawa lari barang belanjaan dapat diminimalisir.
3. Pengaturan waktu mereka untuk bekerja agar tidak berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan bermain mereka.

Comments

  1. mbak. blognya dah sip. tapi masih butuh di otak-atik dikit.
    artikel ada di

    http://kang-dwi.blogspot.com/

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SUKARELAWAN, KELOMPOK DAN ORGANISASI SUKARELA

Perbedaan tiga teori belajar (Discovery Learning, Cognitive Learning, dan Experiential Learning

PERBEDAAN METODE BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN PENYULUH